Selasa, 24 Agustus 2010

Pintu - Pintu Masuk Setan

Tidak diragukan lagi, bahwa pintu-pintu masuk setan banyak dan beraneka ragam. Setan menyusupkan bisikan jahatnya kepada setiap manusia, sesuai dengan keadaan dan tabiatnya. Terkadang dia memerintahkan kejelekan dan perbuatan keji, sebagaimana Firman Allah SWT

"Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui." (QS.al-Baqarah:169)

Dan terkadang menakut-nakuti dengan kefakiran dan (penguasaan) musuh, Allah I berfirman,
"Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir)." (óQS. Al-Baqarah:268)

"Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman." (QS. Ali Imran:175)

Terkadang pula menyibukkan jiwa dengan angan–angan batil dan janji-janji palsu,
"Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka." (QS. An-Nisa':120)

Maka seseorang yang tekad hatinya kuat, hendaklah memahami dengan baik pintu-pintu masuk tersebut, sehingga setan tidak menyeretnya perlahan-lahan kepada kesesatan sementara dia tidak merasa.

Abu Darda` t berkata, "Sesungguhnya termasuk tanda baiknya pemahaman seorang hamba adalah mengetahui bujukan setan, kapan dan darimana datangnya[1]."

Dan al-Hasan al-Bashri berkata, "Seorang hamba senantiasa berada dalam kebaikan, selama mengetahui perkara yang mendasari kerusakan amalannya[2]."

1. Al-Jahl (Kebodohan)
Pintu masuk setan yang terbesar adalah al-Jahl (kebodohan). Dari pintu inilah setan menguasai sebagian besar manusia, hingga mengharamkan apa yang dihalalkan Allah SWT dan sebaliknya menghalalkan apa yang diharamkanNya, serta beribadah kepada Allah SWT dengan kebid`ahan-kebid`ahan.

Abul Faraj Ibnul Jauzy berkata, "Ketahuilah bahwa pintu terbesar bagi iblis untuk masuk menggoda manusia adalah al-Jahl (kebodohan). Dengan penuh rasa aman dia masuk dari pintu tersebut untuk menggoda orang-orang bodoh. Sedangkan terhadap orang yang berilmu, iblis tidaklah masuk menggodanya kecuali dengan mencuri-curi kesempatan saat lengah. Sesungguhnya iblis telah menipu sebagian besar ahli ibadah karena sedikitnya ilmu mereka. Karena mayoritas mereka sibuk beribadah, namun tidaklah didasari dengan ilmu[3]."

Sesungguhnya berbekal ilmu yang bermanfaat merupakan sebab utama untuk menolak tipu daya setan. Dan setiap kali seorang hamba bertambah ilmunya yang bermanfaat (menghasilkan rasa takut kepada Allah SWT dan taqwa kepadaNya) akan bertambah pula keselamatannya dari godaan dan perangkap setan.

Bentuk perangkap setan yang paling sederhana adalah menyibukkan seorang hamba dengan amalan-amalan yang kurang utama, sehingga ia berpaling dari amalan-amalan yang lebih utama.

Ketahuilah bahwa obat itu semua adalah memahami dengan baik tentang tingkatan-tingkatan amalan ketaatan di sisi Allah SWT, serta mampu membedakan antara amalan yang kurang utama dengan amalan yang lebih utama. Karena sesungguhnya di dalam ketaatan, ada amalan yang posisinya ibarat `bangsawan' dan ada yang hanya sekedar sebagai `rakyat jelata', sebagaimana ada yang tingkatannya sebagai `pemimpin' dan ada pula amalan yang hanya sekedar sebagai `yang dipimpin'[4].

2. Talbis (Tipu Daya)
Setan memiliki jebakan-jebakan yang tersembunyi, dia men-talbis dalam segala hal, yaitu menampakkan kebatilan dalam bentuk kebenaran. Ibnul Qayyim berkata, "Termasuk tipu daya setan adalah senantiasa menyihir akal hingga menjadi tertipu. Dan tidak selamat dari sihirnya, kecuali orang yang Allah SWT kehendaki. Adapun bentuknya yaitu setan menghiasi perbuatan yang membahayakan atau merugikan seseorang dengan menggambarkan kepadanya bahwa perbuatan itu adalah perkara yang paling bermanfaat bagi dirinya.
Namun sebaliknya setan berusaha membuatnya lari dari perbuatan yang paling bermanfaat bagi dirinya dengan menggambarkan sebagai perbuatan yang membahayakan atau yang merugikan. Berapa banyak sudah manusia yang tertipu dengan sihir jenis ini, dan berapa banyak perkara-perkara yang menjadi penghalang antara hati dengan Islam, serta antara iman dengan ihsan. Dan berapa banyak lagi hal-hal yang mengecoh orang-orang yang arif. Dialah setan, yang menyihir akal-akal manusia hingga jatuh ke dalam berbagai bentuk kubangan hawa nafsu dan berbagai fikiran yang batil, serta menyeretnya menyusuri setiap jalan kesesatan. Hingga menampakkan syirik dalam bentuk pengagungan, kekufuran terhadap sifat Rabb dinyatakan pensucian-Nya, meninggalkan amar ma`ruf nahi mungkar dibungkus dengan baju kasih sayang terhadap manusia, berpaling dari sunnah Rasul SAW bertopeng taat pada ulama, serta kemunafikan dan berbasa-basi dalam mempermainkan agama Allah dalam bentuk akal
bijaksana tahap berhubungan dengan manusia[5]."

Di antara bentuk talbis yang sering menjangkiti manusia adalah Al- Ghibah [menggunjing], yang merupakan perkara yang sudah dimaklumi yaitu termasuk sesuatu yang keharamannya sangat jelas, Allah SWT berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain." (QS. al-Hujurat : 12)

Definisi ghibah adalah membicarakan saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya. Namun, walau didukung dengan dalil-dalil yang terang, setan tetap berhasil menjerumuskan banyak manusia kedalamnya. Tentunya setelah `disulap' dalam bentuk-bentuk yang indah dan menarik untuk dikerjakan. Sebenarnya ulama telah memperingatkan jurus-jurus setan yang menggelincirkan tersebut, mengingat betapa banyaknya terjadi kasus-kasus ghibah yang samar, terbungkus baju yang indah dan menarik bagi penggunjingnya.

Al-Muhasiby berkata, "Sungguhnya iblis telah mengetahui bahwa engkau senantiasa berhati-hati dan takut dalam berbagai keadaanmu. Karena itu iblis tidaklah memulai tipu dayanya dengan memancing temanmu untuk mengghibah dan berdusta, jika dia mengetahui engkau sendiri lari dari perbuatan tersebut sedangkan temanmu juga menjauhinya. Akan tetapi yang iblis lakukan adalah membiarkan kalian berdua menyebut- sebut dan mengingat Allah SWT, sehingga tatkala hati kalian berdua sudah asyik dalam keramah-tamahan, pada saat itulah iblis menghiasi indahnya pembicaraan yang berlebihan, dan mulailah muncul rasa senang terhadap dunia, hingga jika kalian tenggelam dalam hal tersebut, maka akhirnya iblis menampakkan indahnya ghibah pada pandangan kalian berdua.
Jika kalian termasuk orang-orang yang takut kepada Allah SWT dan berhati-hati dalam sebagian besar urusan kalian, maka iblis menghiasi ghibah dari sisi bahwa hal itu merupakan bentuk kemarahan karena Allah; atau sebagai wujud dari rasa heran mengapa sampai perbuatan
jelek itu dilakukannya; atau dalam suasana seolah-olah sedang menunjukkan pengingkaran suatu perbuatan yang jelek; atau dengan alasan menunjukkan rasa kasihan terhadap orang yang sedang kalian pergunjingkan.

Dan jika kalian tidak terikat rasa takut kepada Allah SWT pada keadaan tersebut, maka iblis akan menghiasi ghibah dengan alasan sebagai bentuk amarah dan balas dendam kepada orang yang sedang kalian berdua gunjingkan. Atau yang sedang digunjing oleh salah satu di antara kalian saja, namun yang lain ridho terhadap hal tersebut[6].

"Ibnul Jauzy berkata,"Termasuk bentuk talbis [tipudaya] iblis terhadap para ahli hadits adalah menyebutkan cela sebagian perowi dalam rangka melampiaskan balas dendam, namun menampilkannya dalam bentuk jarh wa ta`diil [menilai perowi dengan menimbang aib dan kebaikannya sesuai disiplin ilmu hadits] yaitu cara yang dipakai oleh para ulama terdahulu guna menjaga dan membela syariat. Adapun ghibahnya ulama, bersumber pada penipuan dirinya dengan alasan menasehati dan menafsirkan kabar dengan tafsiran yang tidak benar. Sebab kalau benar, maka tidak akan menjadi perkara yang membantu terwujudnya ghibah.
Adapun sumber ghibah yang datang dari para pemimpin dan para ustadz, yaitu dengan jalan memunculkan rasa kasih sayang, sehingga mengatakan `Kasihan fulan sedang terjatuh pada perbuatan itu` atau `Sedang diuji begini' atau `Kita berlindung kepada Allah dari ditelantarkan' sehingga seseorang pura-pura menampilkan rasa kasih sayang terhadap saudaranya, kemudian pura-pura mendo`akannya di hadapan teman-temannya [7].

Ibnul Jauzi juga berkata pada bagian yang lain dalam kitabnya, "Dan berapa banyak orang yang diam lisannya tidak menghibah, namun jika ada orang-orang dighibah di sisinya serta merta senanglah hatinya. Orang seperti ini berdosa dikarenakan tiga alasan:

Pertama, rasa senangnya. Karena rasa itu muncul dengan sebab adanya ma`syiat ghibah.
Kedua, gembira terhadap muslimin yang terjerumus dalam ma`syiat.
Ketiga, dia tidak mengingkari ghibah tersebut [8]."

Ibnu taimiyah berkata, "Dan mereka melakukan ghibah dalam berbagai bentuk. Sekali waktu dalam bentuk agama dan kebaikan; dengan mengatakan, `Saya tidak biasa menyebut-nyebut seseorang melainkan kebaikannya, saya tidak suka ghibah dan dusta. Saya hanya kabarkan
kepada kalian tentang keadaannya.' Kemudian mengatakan, `Kasihan dia, dia itu sebenarnya orang baik, akan tetapi begini dan begitu. Kita dekat dengan dia, semoga Allah mengampuni kita dan dia.'

Padahal maksudnya adalah mendeskriditkannya dan menlecehkan kehormatannya. Mengghibah dalam bentuk agama dan kebaikan, sebenarnya adalah menipu Allah sebagaimana dia menipu makhluk yang lain. Kita telah mengetahui mereka dengan berbagai macamnya, seperti ini dan yang semisalnya.

Adajuga yang ghibahnya disertai hasad (dengki). Sehingga tergabunglah dua keburukan, ghibah dan hasad. Jika seseorang dipuji dihadapannya, dia malah menyebutkan kekurangan-kekurangan agama dan kebaikan orang itu atau dalam bentuk hasad, keji dan mencela untuk menjatuhkannya.

Sebagian lagi mengghibah dalam bentuk senda gurau agar orang lain tertawa dengan olokan dan kelakarnya serta melecehkan orang yang dioloknya.
Ada juga yang menggibah dengan ungkapan keheranan/takjub. Mengatakan, saya heran/takjub degan fulan, mengapa dia tidak begini dan begitu! Mengapa fulan bisa berbuat seperti itu, mengapa berbuat begini dan begitu sambil menyebutkan namanya ditengah sindiran keheranannya.

Yang lain mengghibah dengan berpura-pura sedih. Dengan mengatakan, kasihan si fulan, saya ikut prihatin atas apa yang menimpanya. Orang yang mendengar menyangka dia bersimpati dan kasihan, padahal hatinya ingin membalas dendam. Seandainya dia mampu tentu dia akan menambanhkan penderitaannya. Atau mungkin malah menggibah orang itu dihadapan musuhnya untuk membalas dendam. Yang demikian ini adalah penyakit hati yang paling besar dan merupakan tipudaya terhadap Allah dan makhluknya."[9]

Pembaca, renungkanlah apa yang telah disampaikan oleh para ulama diatas, bahwa apa yang mereka katakan terjadi dan kita saksikan serta banyak sekali terlaku pada masa kita sekarang ini.

Para Salafussalih sangat berusaha untuk menjauhi ghibah. Abdullah ibnu Wahhab (wafat 197 H) berkata, "Saya bernadzar bila mengghibahi seseorang akan berpuasa satu hari, sehingga hal itu memberatkanku.
Akupun menggibah dan juga berpuasa. Akhirnya aku berniat, jika aku mengghibahi seseorang akan bersedekah dengan dirham (uang emas). Siapa yang cinta dengan dirham, maka dia akan meninggalkan ghibah.[10]

Adz-Dzahabi berkata (secara mu'alak), "Demikianlah ulama, dan demikianlah buah dari ilmu yang bermanfaat."[11] Seorang alim, Maimun bin Siyah tidak mau mengghibah. Tidak seorangpun yang sedang mengghibah diahadapanya melainkan dilarangnya, jika tidak mau dilarang, maka dia akan pergi meninggalkannya. [12]

Wallahu a'alam

0 komentar:

Posting Komentar